FIQIH MUAMALAT SYAR’IYAH

Oleh : KH. Kasmudi Assidqi, SE, M.Ak
Disampaiakn pada acara koordinasi DPW LDII se Jawa Barat tanggal 18 April 2012 di Sawangan, Depok, Jabar

الحمد لله القائل وأحل الله البيع وحرم الربا أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم وعلى أله وأصحابه أما بعد:         
               

BAB I
PENDAHULUAN

           
                Manusia sebagai makhluk hidup, untuk kelangsungan hidupnya harus bisa memenuhi kebutuhannya. Allah sebagai pencipta manusia telah menyediakan kebutuhan mereka terhampar luas di muka bumi ini. Bahkan Allah telah menundukkan/memudahkan segala sesuatu yang ada di langit dan bumi untuk kepentingan manusia. Meskipun demikian, karena segala sesuatu yang ada di muka bumi terbagi menjadi dua yaitu ada yang baik dan ada yang buruk serta Allah telah menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk, maka Allah mensyaratkan agar manusia  mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk. Allah telah berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا...الأية * البقرة ..الأية ٢٩
Artinya: Dialah yang telah menciptakan apa-apa yang ada di bumi untuk kalian semua..

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُّنِيرٍ* لقمان ٢٠
Artinya: Tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan/memudahkan untuk (kepentingan) kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ *البقرة ١٦٨
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah kalian dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ. النحل ١١٤
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian, dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.

Ayat-ayat di atas memberi petunjuk kepada kita bahwa untuk memenuhi kebutuhan manusia, Allah telah menyiapkannya di bumi dan memudahkan manusia untuk mendapatkannya. Surat Al-Baqarah ayat 29 dijadikan dasar oleh para ulama bahwa ”segala sesuatu dari urusan dunia hukumnya halal kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya
Allah menghendaki setiap manusia mengambil dan memakan yang halal dan baik serta menjauhi segala yang haram. Maka dari itu Allah menjelaskan melalui lisan Rasul-Nya mana yang halal dan mana yang haram. Perhatikanlah dalil-dalil dibawah ini.
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ .. الأية المائدة ٤
Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), “apakah yang dihalalkan untuk mereka?” Katakanlah telah dihalalkan untuk kalian semua yang baik....
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ...الأية الأعراف ١٥٧

Artinya: Dan Dia menghalalkan untuk mereka semua yang baik dan mengharamkan kepada mereka semua yang haram....

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَةٌ فَمَنْ تَرَكَ مَا شُبِّهَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ كَانَ لِمَا اسْتَبَانَ أَتْرَكَ وَمَنِ اجْتَرَأَ عَلَى مَا يَشُكُّ فِيهِ مِنَ اْلإِثْمِ أَوْشَكَ أَنْ يُوَاقِعَ مَا اسْتَبَان رواه البخاري كتاب البيوع
Artinya: Dari Nu’man bin Basyir, Rasululah saw bersabda:” Yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (yang belum jelas halal dan haramnya). Maka barangsiapa yang meninggalkan perkara syubhat yang dimungkinkan termasuk dosa, maka dia lebih meninggalkan terhadap yang sudah jelas (haram dan dosanya), dan barangsiapa yang berani mengerjakan perkara syubhat yang dimungkinkan termasuk dosa, maka ia hampir saja terjatuh ke dalam perkara yang jelas (haram dan dosanya).
قَالَ الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ *  رواه الترمذي كتاب الأحكام (تحقيق الألباني : حسن)      
Artinya: Bersabda Nabi saw:” Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam KitabNya (Quran-Hadits) dan yang harom adalah apa yang diharomkan Allah dalam kitabnya (Quran-Hadits) , dan apa-apa yang Allah diam darinya, adalah bagian dari yang  Dia maafkan darinya.

Penjelasan:
إِنَّ قَوْلَهُ - صلى الله عليه وسلم -: ((الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللهُ فِي كِتَابِهِ ... )) إلخ، لَيْسَ مَقْصُوْرًا عَلَى الْقُرْآنِ فَقَطْ، بَلْ إِنَّ لَفْظَ: ((الكتاب)) يَشْمَلُ جَمِيْعَ مَا أَوْحَي إِلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم - مِنَ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ مَعًا؛ لِأَنَّ مَا أَوْحَي إِلَيْهِ - صلى الله عليه وسلم - نَوْعَانِ: أَحَدُهُمَا: وَحْيٌ يُتْلَى، وَالْآخَرُ: وَحْيٌ لَا يُتْلَى كَمَا نَقَلَ ذَلِكَ الدكتور عَبْدُ الْغَنِي عَبْدُ الْخَاِلِق عَنِ اْلبَيْهَقِي.انظر "حجية السنة" (ص٤٧٩) .التفسير من سنن سعيد بن منصور فضائل القرآن ج ٢ ص ٣٢٧

Artinya: Sesungguhnya sabda nabi:.......”Al Halal adalah apa-apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya”. Pengertian sabda beliau “fi kitabihi” itu tidak terbatas pada al Quran saja, akan tetapi lafal al kitab itu meliputi semua yang diwahyukan kepada Nabi saw terdiri dari al Quran dan al sunah bersama-sama, karena sesungguhnya yang diwahyukan itu ada dua macam yaitu: 1. Wahyu yang dibacakan dan 2. Wahyu yang tidak dibacakan sebagaimana yang telah dinukil oleh Dr. Abdul Ghony Abdul Kholik dari al Baihaqy. Lihatlah kitab Hujiyatu-as sunah halaman 479. Tafsir Sunan Said bin Manshur Bab Fadhoil-al Quran jilid 2 halaman 327.
                                   
اْلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا * قاعدة الفقهية
Artinya: Pada dasarnya semua bentuk muamalah itu diperbolehkan kecuali ada dalil  yang mengharamkannya.

Di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja atau berbisnis. Di antara mereka ada yang bertani, beternak, mencari ikan, membuat berbagai macam makanan, membuat pakaian, membuat peralatan produksi. Setelah itu muncullah kebutuhan adanya alat tukar untuk berdagang. Alat tukar tersebut awalnya berbentuk barang, seperti kelapa, batu mulia, emas dan akhirnya berkembang seperti yang sekarang kita gunakan, yaitu uang.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh manusia, maka perkembangan ekonomi dan keuanganpun saat ini cukup pesat. Berbagai macam transaksi ekonomi dan keuangan yang ada saat ini sebagian merupakan hasil rekayasa ekonomi dan keuangan (financial engineering), maka diperlukan adanya  penelaahan yang mendalam untuk mengetahui hukum halal haramnya. Ada tiga langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan status hukum:
1)      memahami fakta atau masalah apa adanya (fahmul musykilah al qa’imah),
2)      memahami nash-nash syara’ (fahmun nushush asy-syar’iyah) yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya), atau memahami hukum-hukum syara’ (fahmu al ahkam asy syar’iyah) yang telah ada berkaitan dengan fakta tersebut (jika sudah ada hukumnya),
3)      mengistinbath (mengeluarkan) hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta, atau menerapkan hukum yang telah ada pada fakta.
Jika setelah dilakukan penelaahan, transaksi ekonomi/keuangan tersebut tidak ditemukan dalam Al Qur’an dan Al Hadits, Islam mengijinkan ahli hukum untuk berijtihad.

عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ رواه أبو داود كتاب الأقضية (تحقيق الألباني: ضعيف)

Artinya: Dari beberapa orang shohabat Mu’adz bin Jabal yang berasal dari Himsha, ketika Rasululah saw berkehendak mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda:” Bagaimanakah kamu akan menghukumi ketika perkara hukum datang kepada mu?” Muadz menjawab:” Aku akan menghukumi dengan Kitabulloh. “Nabi bersabda:” Bagaimana jika kamu tidak menjumpai di dalam Kitabulloh ?” Muadz menjawab: ”Aku akan menghukumi dengan Sunnah Rasulillah saw.” Nabi bersabda: ”Bagaimana jika kamu tidak menjumpai di dalam Kitabulloh dan Sunnah Rasululloh saw?” Muadz menjawab: ”Saya akan berusaha keras dengan menggunakan kemampuan akal dan saya tidak peduli.” Maka Rasululloh memukul dadanya Muadz, seraya bersabda: “Segala puji bagi Allah Dzat yang telah menganugerahkan taufiq (ketepatan)  kepada utusan Rasululloh saw pada sesuatu yang menjadikan ridlonya Rasulillah saw”.

إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ *رواه البخاري ومسلم وأبو داودوالترمذي وابن ماجة والشافعي وأحمد والبزار
Artinya:Ketika seorang hakim menghukumi (sesuatu) lantas berijtihad kemudian
 (ijtihadnya) benar maka baginya dua pahala, dan ketika dia menghukumi (sesuatu) lantas dia berijtihad kemudian(ijtihadnya) salah maka baginya satu pahala.

وفى شرح مسلم لمحمد عبد الباقى ش (إذا حكم الحاكم فاجتهد) قال العلماء أجمع المسلمون على أن هذا الحديث في حاكم عالم أهل للحكم فإن أصاب فله أجران أجر باجتهاده وأجر بإصابته وإن أخطأ فله أجر اجتهاده وفي الحديث محذوف تقديره إذا أراد الحاكم فاجتهد قالوا فأما من ليس بأهل للحكم فلا يحل له الحكم فإن حكم فلا أجر له بل هو إثم ولا ينفذ حكمه سواء وافق الحق أم لا لأن إصابته اتفاقية ليست صادرة عن أصل شرعي فهو عاص في جميع أحكامه سواء وافق الصواب أم لا وهي مردودة كلها ولا يعذر في شيء من ذلك).


BAB II
TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG HARAM

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 1, bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi semuanya untuk manusia (Q.S. Al Baqarah ayat 29) , maka pengertiannya ”segala sesuatu yang ada di muka bumi  hukum asalnya adalah halal” dan berdasarkan ayat tersebut para Fuqaha membuat qaidah ”semua bentuk muamalah hukum asalnya adalah halal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya”. Oleh karena itu sebelum seseorang berbisnis, mempelajari hukum-hukum muamalah lebih dahulu menjadi penting bahkan wajib, agar di dalam menjalani bisnis selalu sah dan benar serta tidak terjebak dalam segala hal yang haram maupun yang syubhat. Secara umum ada 7 (tujuh) transaksi yang  haram: 1) transaksi riba, 2) gharar (ketidakpastian), 3) dharar (penganiayaan), 4) maysir (perjudian), 5) maksiat, 6) suht (barang haram), dan 7) risywah (suap).
2. 1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa penjelasan tentang riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Riba menurut para ahli fiqih dari beberapa madzhab
Golongan Hanafiah memberikan ta’rif bahwa riba adalah kelebihan atau tambahan yang kosong dari ganti dengan standar syar’y yang disyaratkan kepada salah satu dari dua orang yang bertransaksi dalam tukar menukar (Ibnu Abidin 4/176) dan apa-apa yang sesudahnya, dan ta’rif ini juga bagi Al Tamrutasy dalam Tanwir al Abshar dan dalam Al Ikhtiyar 2/30, dikatakan juga bahwa riba di dalam syara’ adalah  pengertian dari suatu akad yang rusak dengan sifat sama saja di dalamnya ada tambahan  atau tidak ada tambahan. Karena menjual beberapa dirham dengan beberapa dinar secara hutang walaupun tidak ada tambahan hukumnya riba.
Golongan Al Syafi’iyah memberikan ta’rif bahwa riba adalah transaksi atas dasar adanya imbalan tertentu yang tidak diketahui persamaannya dalam standar syara pada saat bertransaksi atau bersamaan dengan mengakhirkan dua gantinya atau salah satu gantinya( Mughni al muhtaj 2/21).
Golongan Al Hanabilah memberikan ta’rif bahwa riba adalah adanya kelebihan/tambahan dalam segala sesuatu dan penggemukan dalam segala sesuatu, dikhususkan dengan segala sesuatu yang syara’ datang mengharamkannya yakni mengharamkan riba di dalamnya secara nash untuk sebagiannya dan mengharamkannya secara kias untuk sebagian lainnya (Kasysyafu al qina’3/251, Mathalibu uli al nuha 3/157).
Golongan al Malikiyah memberikan ta’rif tiap-tiap macam riba secara sendiri-sendiri ( Kifayatu al Thalib al Rabany 2/99 dan lainnya).

Lafadz lafadz yang berhubungan dengan riba
1. Al bai’:
Al bai’ secara bahasa adalah masdar dari baa'a arti asalnya: pertukaran harta dengan harta dan umum digunakan dalam arti “transaksi” secara majaz, karena al bai’ menjadi sebab kepemilikan. Al bai’ umum digunakan juga atas tiap-tiap satu dari dua orang yang bertransaksi (al baai’ bisa diartikan penjual dan bisa diartikan pembeli pen.). Tetapi kata-kata al baai’ ketika disebut secara bebas yang paling  cepat bisa diterima oleh pikiran artinya ialah “orang yang memberikan barang” dan al bai’ jika disebut secara bebas bisa diartikan “barang dagangan”dan bisa dikatakan: ini dagangan yang bagus (al Mishbahu al Munir 69).
                Menurut istilah, Al Qolyuby memberikan ta’rif al bai’ adalah transaksi tukar menukar harta yang memberi faedah kepemilikan suatu benda/barang atau manfaat untuk selamanya bukan karena adanya tujuan   taqarrub (Hasyiah Qolyuby 2/152 dan al Mausu’ah 22/50).
Pada dasarnya jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya haram.

2. Al ‘araya:
Al ‘ariyah secara bahasa adalah pohon kurma yang oleh  pemiliknya diberikan kepada orang lain agar memakan buahnya yang masih segar, atau pohon kurma yang dimakan buahnya yang masih ada di atas pohon. Jama’nya al ‘araaya dikatakan juga makna al ‘aariyah adalah memakan buah kurma yang masih segar (al Mishbah al Munir dan kamus al Muhit).
                Adapun golongan  al Syafi’iyah memberikan ta’rif bahwa al ‘aariyah adalah menjual kurma basah di atas pohon dibayar dengan kurma kering di atas bumi atau menjual anggur basah di atas pohon  dibayar dengan anggur kering di atas bumi yang jumlahnya kurang dari lima wasak, sesuai dengan taksiran persamaannya … (Syarhu al minhaj lil Mahally  2/238, al Mausu’ah 9/91). Di dalam  bai’ araya ada unsur riba dan syubhat yang ada dalam  al muzabanah tetapi jual beli araya itu diperbolehkan secara nash, diantaranya :
عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ قَالَ : " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ التَّمْرِ بِالتَّمْرِ ، وَرَخَّصَ فِي الْعَرِيَّةِ أَنْ تُبَاعَ بِخَرْصِهَا يَأْكُلُهَا أَهْلُهَا رُطَبًا " (" أخرجه البخاري ( الفتح ٤ / ٣٨٧ ـ ط السلفية ) ، ومسلم ( ٣ / ١١٧٠ ـ ط الحلبي ) واللفظ الثاني هو لمسلم ).
Artinya: Dari Sahal bin Abi Hatsmah dia berkata: Rasulullah s.a.w. melarang jual beli kurma  dibayar dengan kurma, dan beliau memberi kemurahan dalam urusan ariyah dijual dengan taksirannya,  keluarganya memakan kurma basah dari ariyah (H.R. al Buhari, al Fathu 4/387cet Al salafiyah, dan Muslim 3/1170  cet. al halaby, dan lafadz kedua bagi Muslim). Di dalam lafadz lain: dari jual beli buah dengan kurma dan dia berkata: riba yang demikian itu al muzabanah hanya saja bolehnya jual beli ariyah itu sah berdasarkan nash yaitu satu pohon dua pohon yang diambil oleh ahli rumah diganti dengan kurma kering, mereka memakan kurma basah(dari jual beli aariyah)  sesuai taksirannya (Nail al Author 5/226).
Hukum riba
Riba menurut al qur’an, alhadits dan Ijma’( kesepakatan ) para Ulama hukumnya haram, riba termasuk dosa besar, riba termasuk amalan yang melebur amal-amal kebajikan. Allah dan Rasul tidak pernah  menyatakan perang kepada orang yang berbuat maksiat kecuali kepada orang yang memakan riba. Orang yang menganggap riba itu halal, hukumnya kafir karena dia mengingkari sesuatu dari urusan agama yang tidak boleh tidak setiap muslim harus mengetahuinya dan dia wajib bertaubat. Adapun orang yang melakukan riba tetapi dia  menyadari bahwa yang dilakukannya adalah barang haram dan dia tidak menghalalkannya maka hukumnya fasik, (maka diapun  wajib bertaubat dari pelanggaran kefasikannya pen.). (Al Mabsuth 12/109, Kifayah al Thalib 2/99, al Mukadimat libni Rusyd 501-502, al Majmu’ 9/390, Nihayatu al Muhtaj 3/409 dan al Mughni 3/3).
Al Mawardi dan lainnya berkata: Sesungguhnya riba tidak halal sama sekali dalam syari’at (sebelumnya). Allah ta’ala berfirman:

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ (سورة النساء : ١٦١)
Artinya: Dan karena mereka mengambil riba padahal mereka telah dilarang daripadanya.

Yakni dalam kitab2 sebelumnya (Al Majmu’ 9/391, Mughni al Muhtaj 2/21, al Mausu’ah 22/51).
                                                                                                                                                                 
Dalil-dalil dari al Qur’an tentang haramnya riba

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا  (سورة البقرة : ٢٧٥) .
Artinya: dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ . . .  (سورة البقرة : ٢٧٥) .
Artinya: Orang-orang yang makan riba mereka tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila.
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ  (سورة آل عمران : ١٣٠)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan riba dalam keadaan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.

Penjelasan
Ayat ini tidak membatasi atau mensyaratkan bahwa riba  haram itu kalau sudah berlipat ganda akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa riba itu bisa menyebabkan seseorang hutangnya  menjadi berlipat ganda. Contoh: A meminjamkan barang kepada B seharga Rp 10.000.000. Dibayar lunas dalam 3 bulan. Ketika telah datang waktu pembayaran A berkata kepada B hutangmu kamu bayar sekarang atau kamu saya beri waktu 3 bulan lagi tetapi hutangmu menjadi Rp 12.500.000 begitu seterusnya sehingga yang tadinya hutangnya hanya Rp 10.000.000 bisa menjadi R 20.000.000 bahkan mungkin bisa menjadi ratusan juta rupiah karenanya (Lihatlah Ahkamu al Qur’an lil Jashosh 1/465, Tafsir Abi al Sa’ud 1/271, dan Ruhu al Ma’any 4/55).

Dalil haramnya riba dari sunah Rasul/hadits-hadits Nabi s.a.w. antara lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ " (" أخرجه البخاري ( الفتح ٥ / ٣٩٣ ـ ط السلفية ) ، ومسلم ( ١ / ٩٢ ـ ط الحلبي ) . (الموسوعة ٢٢/٥٢).

Artinya: Dari Abu Hurairah R.A. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: Jauhilah tujuh amalan yang menjadi pelebur amal kebajikan, mereka berkata : apakah  amalan2 itu ya Rasulullah s.a.w.? beliau bersabda: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh berbuat zina kepada seorang mukminat terhormat yang lalai (H.R. Al Bukhari, al fath 5/393 cet. Salafiah, Muslim 1/92 cet. Al Halabi, al Mausu’ah 22/52).

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ :  لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ ، وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ > (أخرجه مسلم  ٣ / ١٢١٩ ـ ط الحلبي ) .

Artinya: Dari Jabir ibn Abdillah r.a. dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, penulisnya dan dua orang saksinya hukumnya sama saja.

Ulama telah ijma’ (sepakat ) atas asli haramnya riba (Hasyiatu ash shu’aidy ’ala kifayati al thalib 2/99, al Majmu’ 9/390. Al mukadimat libni al Rusyd 501-502).

 Al Sarakhsy berkata: Allah ta’ala menyebutkan bagi orang yang makan riba ada lima siksaan, yaitu:
1. Bangun dari kubur berdirinya seperti orang yang kesurupan setan/gila. Allah ta’ala berfirman:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ (سورة البقرة : ٢٧٥)
Artinya: Orang-orang yang makan riba mereka tidak berdiri dari kubur kecuali seperti berdirinya orang yang kesurupan setan/gila.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ: {الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ} [البقرة: ٢٧٥] الْآيَةَ، قَالَ: «يُبْعَثُ آكِلُ الرِّبَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يَخْنُقُ» (الطبري فى تفسيره)

Artinya: Dari Sa’id bin jubair “Orang yang makan riba tidak bangun dari kubur kecuali seperti bangunnya orang yang kesurupan setan dari gila” al Baqarah ayat 275 al ayat. Dia berkata: dibangkitkan orang yang makan riba pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi mengamuk .

 2. Orang yang makan riba hartanya rusak atau binasa atau hilang barakahnya sehingga dia tidak bisa bersenang senang dengan harta itu dan tidak bisa memanfaatkannya sampai ke anak turun sesudahnya, Allah berfirman:

يَمْحَقُ الله‘ الرِّبَا وَيُرْبِى الصَّدَقَاتِ (سورة البقرة : ٢٧٦)
Artinya: Allah menghapus (barakahnya) riba  dan  menyuburkan (mengembangkan) shadaqah-shadaqah

وَالْمُرَادُ الْهَلاكُ وَالاسْتِئْصَالُ ، وَقِيلَ : ذَهَابُ الْبَرَكَةِ وَالاسْتِمْتَاعِ حَتَّى لا يَنْتَفِعَ بِهِ ، وَلا وَلَدُهُ بَعْدَهُ .
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah kerusakan dan kebinasaan riba dan dikatakan pula maknanya: Hilang barakahnya dan hilangnya bisa bersenang dengannya, sehingga dia tidak bisa mengambil manfaat  dan juga anak-anaknya sesudahnya.

3. Allah dan Rasulnya tidak pernah memaklumatkan peperangan kepada orang yang berbuat maksiat kecuali kepada orang yang makan riba. Allah berfirman:

فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ  (سورة البقرة : ٢٧٩) .
Artinya: Beritahukanlah (kepada orang yang makan riba) peperangan dari Allah dan RasulNya…

4. Orang yang menghalalkan riba  hukumnya kafir , karena dia mengingkari hukum/sesuatu dari urusan agama yang mau tidak mau setiap muslim secara dharurat wajib mengetahuinya. Allah berfirman:
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ  (سورة البقرة : ٢٧٨)
Artinya: Tinggalkanlah apa-apa yang tersisa dari riba jika kalian orang-orang yang beriman.

Setelah Allah menyebutkan riba Allah berfirman :

وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ  (سورة البقرة : ٢٧٦)
Artinya: dan Allah tidak senang kepada tiap-tiap orang kafir yang berdosa.

أَيْ : كَفَّارٍ بِاسْتِحْلالِ الرِّبَا ، أَثِيمٍ فَاجِرٍ بِأَكْلِ الرِّبَا
Artinya: yakni orang kafir, dengan sebab menghalalkan riba, orang yang berdosa lagi menyimpang, dengan sebab makan barang riba.

5. Orang yang makan riba kekal didalam neraka. (al Mabsuth 12/109-110), Allah berfirman:
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ } (سورة البقرة : ٢٧٥) .
Artinya: dan barang siapa mengulangi maka mereka adalah penghuni neraka yang kekal di dalamnya.

            Ini semua menunjukkan, bahwa wajib bagi orang yang akan memberi pinjaman maupun orang yang  akan pinjam, orang yang akan menjual maupun membeli, lebih dahulu harus belajar hukum-hukum mu’amalat sebelum menjalankannya, sehingga di dalam bermu’amalat selalu sah dan benar dan jauh dari yang haram maupun yang syubhat. Kaidah menyebutkan ”maa laa yatimmu al waajibu illaa bihi fahuwa waajibun”. Artinya: ”Apa-apa yang tidak bisa sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu itupun hukumnya  wajib”.
                Dan meninggalkannya (meninggalkan mempelajari riba) hukumnya berdosa dan salah. Seseorang jika tidak mau belajar (hukum-hukum muamalat pen.),  kadang-kadang jatuh di dalam riba tanpa sengaja melakukannya, bahkan kadang-kadang masuk di dalam riba yang tanpa diketahuinya berakibat terperosok di dalam keharaman dan jatuh di dalam neraka. Kebodohan seseorang tidak mengetahui hukum riba, tidak bisa memaafkan dia dari berbuat dosa dan tidak bisa menyelamatkan dia dari neraka, karena kebodohan dan kesengajaan itu tidak menjadi syarat timbulnya balasan atas dosa riba. Riba dengan semata-mata dilakukan oleh seorang mukallaf telah mewajibkan kepada adanya siksaan yang besar yang telah diancamkan oleh Allah jalla jalaluhu kepada para pelaku riba.
                Imam Al Qurtuby berkata: Seandainya tidak ada riba kecuali bagi orang yang sengaja melakukannya maka tidak haram riba  kecuali atas para Fuqha ’saja. Dan sungguh-sungguh telah ma’tsur dari ulama salaf (para shahabat dan ulama-ulama sesudahnya pen.) bahwa mereka telah memperingatkan/menyuruh berhati-hati (kepada para pedagang pen.) dalam urusan perdagangannya sebelum belajar hukum-hukum yang menjaga muamalat perdagangannya dari takhobbut (kesurupan/terjerumus) dalam riba.

وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُ : لا يَتَّجِرُ فِي سُوقِنَا إِلا مَنْ فَقِهَ ، وَإِلا أَكَلَ الرِّبَا ، وَقَوْلُ عَلِيٍّ رَضِيَ الله عَنْهُ : مَنِ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ ، أَيْ : وَقَعَ وَارْتَبَكَ وَنَشِبَ (تفسير القرطبي ٣ / ٣٥٢ ، وتفسير ابن كثير ١ / ٥٨١ ـ ٥٨٢ ، وتفسير الطبري ٦ / ٣٨ ، ومغني المحتاج ٢ / ٢٢ و ٦ / ٢٩)

Artinya: Diantaranya  adalah ucapan shahabat Umar bin Khattab: Tidak boleh berjual beli di pasar kami kecuali orang yang faqih (orang yang faham hukum muamalat pen.). Jika bukan orang yang faham hukum muamalat maka dia akan makan riba. Dan ucapan shahabat Ali r.a: barang siapa berjual beli/berdagang sebelum dia menjadi orang yang faqih/faham hukum muamalat maka sungguh-sungguh dia telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepasnya, kemudian  dia sungguh-sungguh telah jatuh dalam riba, ruwet dan sulit melepasnya, kemudian sungguh-sungguh dia telah jatuh ke dalam riba, ruwet dan sulit melepaskannya (Tafsir al Qurtuby 3/352, tafsir Ibnu katsir 1/581-582, tafsir al Tabary 6/38, Mughny al Muhtaj 2/22 dan 6/29).
                Dan sesungguhnya syaari’ (Allah dan Rasul pen.) selalu berkeinginan kuat untuk menutup semua dorongan-dorongan yang bisa mendatangkan riba, karena sesungguhnya semua hal yang bisa mendatangkan keharaman itu hukumnya haram dan semua dorongan yang bisa mendatangkan keharaman hukumnya haram. Abu Dawud dengan sanadnya telah meriwayatkan dari Jabir r.a dia berkata:  Ketika turun ayat:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ .  (سورة البقرة : ٢٧٥)
Artinya: Orang-orang yang makan riba mereka tidak bangun dari kubur kecuali seperti orang yang kesurupan setan dari gila.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ يَذَرِ الْمُخَابَرَةَ فَلْيُؤْذَنْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ " أخرجه أبو داود  ضعيف ( الموسوعة 22/53 ) .

Artinya : Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang tidak mau meninggalkan bagi hasil mukhobaroh maka diberitahukan kepadanya peperangan dari Allah dan Rasul-Nya.

Mukhobaroh adalah bagi hasil tanaman dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi. (Artinya bagi hasil dengan menentukan tempat. Contoh: A berkata : Tanah petak ini panen tidak panen untuk bagian saya sebagai pemilik tanah dan tanah petak yang itu panen tidak panen untuk bagian kamu sebagai  pengelola, cara inilah yang dilarang pen.).
Dan Al Muzabanah adalah membeli kurma basah di atas pohon, dengan kurma kering yang ada di atas bumi (di atas lima wasak pen.).
Dan Al Muhaqolah adalah membeli biji-bijian yang masih ada di dalam tangkainya di dalam kebun, dengan biji-bijian kering yang ada di atas bumi.
Sesungguhnya ini semua diharamkan karena tidak diketahui persamaan antara keduanya sebelum keringnya dan karena inilah para fuqoha’ mengatakan: Tidak mengetahui persamaan itu seperti mengetahui hakikatnya kelebihan, dan karena inilah mereka mengharamkan segala sesuatu (berdasarkan apa yang mereka fahami) karena untuk mempersempit jalan-jalan yang bisa mendatangkan kepada riba, dan semua perantara-perantara yang bisa menyampaikan kepada riba. Dan bertingkat-tingkat pandangan mereka (tentang riba) tergantung pemberian Allah kepada masing-masing dari mereka tentang ilmu tersebut.
Berdasarkan pendapat kebanyakan  ahli ilmu, riba adalah bab yang paling sulit difahami. Shahabat Umar bin Khathab berkata: Tiga hal yang aku senang Rasulullah saw. memberikan keterangan kepada kami dengan keterangan yang sungguh-sungguh bisa menyampaikan kami kepadanya (pengertian yang sebenarnya pen.), yaitu: 1. Bab Jad; 2. Bab Kalalah, 3; Bab macam-macamnya riba (Tafsir Ibnu Katsir 1/581-582, Tafsir Ath Thobary 6/38, Tafsir Al Qurthuby 3/364 dan 6/29).

Hikmah Diharamkannya Riba
Para ahli tafsir menerangkan bahwa keharaman riba itu mempunyai beberapa hikmah menurut syariat. Antara lain :
1.  Sesungguhnya riba itu menghendaki mengambil harta manusia tanpa adanya imbalan, karena orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham kontan atau pinjaman menghasilkan adanya satu dirham yang tidak ada imbalannya (tidak ada gantinya), sedangkan harta seorang muslim itu tergantung dengan kebutuhannya, dan ia memiliki kehormatan yang besar. Rasulullah saw. bersabda: Kehormatan harta orang islam itu seperti kehormatan darahnya. HR. Abu Nuaim fil Hilyah di dalamnya ada isnad yang dhoif tetapi Ibnu Hajar berkata: Baginya memiliki beberapa saksi yang saling memperkuat (At Talhisul Habir  3/46 Cetakan Syirkah Ath Thiba’ah Al Faniyah).
Tetapnya harta di dalam tangan seseorang dalam waktu yang lama dan kemungkinannya dia bisa memperdagangkan dan mengambil manfaat itu sesuatu yang wahmun (remang-remang) kadang-kadang bisa untung kadang-kadang bisa tidak untung, sedangkan mengambil satu dirham sebagai tambahan itu sesuatu yang pasti. Kehilangan suatu kepastian bagi masa yang remang-remang itu tidak sepi dari Dhoror (Al Mausu’ah 22/54, Nihayah Al Muhtaj 3/409, Hasyiah Al Jamal 3/46, Al Qolyuby 2/166, Tafsir Al Qurthuby 3/359).
2.  Sesungguhnya riba mencegah manusia dari kesibukan usaha (cenderung senang menjadi pemalas), karena pemilik uang ketika memungkinkan dengan perantaraan akad riba bisa menghasilkan uang tambahan secara kontan maupun pinjaman, usaha ke arah mencari maisyah menjadi remeh (malas pen.). Bagi orang tersebut, hampir-hampir dia tidak menanggung keberatan usaha, keberatan berjual beli dan keberatan dalam melakukan kerajinan tangan (manufaktur). Hal tersebut akan mendatangkan terputusnya manfaat-manfaat makhluk yang tidak bisa terorganisir kecuali dengan adanya perdagangan/niaga, dengan adanya beberapa pekerjaan, dengan adanya kerajinan tangan (manufaktur) dan kegiatan pembangunan-pembangunan gedung dan lain-lain.
3.  Riba akan mendatangkan terputusnya kebaikan-kebaikan di antara manusia yang berhubungan dengan adanya pinjam meminjam, sesungguhnya riba ketika diharamkan, hati seseorang menjadi baik/senang dengan memberikan pinjaman satu dirham dan kembali satu dirham sepertinya, dan seandainya riba itu halal maka bisa dipastikan hajat yang dibutuhkan akan membawanya kepada mengambil satu dirham dengan dua dirham. Hal ini akan mendatangkan terputusnya saling membantu (diantara sesama pen.) dan terputusnya kebaikan-kebaikan (lainnya) (Tafsir Al Kabir lilfakhri Ar Rozi 7/93-94, Tafsir Ghoroib Al Qur’an wa Roghoib Al Furqon lin Naisabury 3/81 bihamisyi Ath Thobary).
Kesimpulan: riba selain telah diharamkan oleh Alloh dan Rosul-Nya, juga telah merusak tananan ekonomi dan sosial masyarakat.

Macam macam riba
a.       Riba Fadl (Jual Beli)
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi yang sejenis, namun berbeda kadar atau takarannya. Contoh: 20 kg beras kualitas bagus, ditukar dengan 30 kg beras kualitas menengah.

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ بِلاَلٌ إِلَى النَّبِيِّ  بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلاَلٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لاَتَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ*رواه البخاري كتاب البيوع

Dari Abu Sa’id, ia berkata:” Datang Bilal ke Nabi saw dengan membawa kurma barni (kurma kualitas bagus) dan beliau bertanya kepadanya: ”Darimana engkau mendapatkannya? ”Bilal menjawab: ”Saya mempunyai kurma yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha’ dengan satu sha’ kurma barni untuk dimakan oleh Nabi saw..” Ketika itu Rasulullah saw bersabda: ”Hati-hati! Hati-hati! Ini aslinya riba, ini aslinya riba. Jangan kamu lakukan, bila engkau mau membeli kurma maka juallah terlebih dahulu kurmamu yang lain untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma barni!

Penjelasan:
Barang-barang ribawi  itu ada 6, yaitu: 2 berupa mata uang terdiri dari emas dan perak (dan semua yang dikiyaskan kepada keduanya seperti mata uang rupiah, ringgit, dolar dan  lainnya pen.). Dan yang empat berupa makanan yaitu kurma, gandum, jawawut/sya’ir sejenis gandum (dan semua yang dikiaskan kepada ketiganya sebagai makanan pen.)  dan garam, berdasarkan dalil:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مِثْلا بِمِثْلٍ ، يَدًا بِيَدٍ ، فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى ، الآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ "(أخرجه مسلم ( ٣ / ١٢١١ ) .

Artinya : Dari Abu Sa’id al Hudriyi dari Rasulullsh s.a.w. Beliau bersabda: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawawut/gandum dengan jawawut/gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam semisal dengan semisal, kontan dengan kontan, maka barang siapa yang menambah atau minta tambahan sungguh dia telah melakukan riba, orang yang mengambil dan orang yang memberi di dalam riba itu sama saja.

b.        Riba Nasi’ah
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi tidak sejenis yang dilakukan secara hutangan (tempo). Atau  dengan kata lain terdapat  penambahan nilai transaksi yang diakibatkan oleh perbedaan atau penangguhan waktu transaksi. Riba nasi’ah dikenal dengan istilah riba jahiliyah karena berasal dari kebiasaan orang Arab jahiliyah, yaitu apabila memberi pinjaman lalu sudah jatuh tempo, berkata orang Arab: “mau dilunasi atau diperpanjang?”. Jika masa pinjaman diperpanjang modal dan tambahannya diribakan lagi.

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرِّبَا فِي النَّسِيئَةِ رواه مسلم

Artinya: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: sesungguhnya riba ada di dalam pinjaman(nasi’ah)

عن أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الرِّبَا فِي النَّسِيئَةِ* رواه ابن ماجه تحقيق الألباني : صحيح

Artinya: Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Rasululah saw bersabda: ”Sesungguhnya riba ada di dalam pinjaman(nasi’ah).” (HR Ibnu Majah, Kitab at-Tijarat)

عَنْ أَبِى الْمِنْهَالِ قَالَ سَأَلْتُ الْبَرَاءَ ابْنَ عَازِبٍ وَزَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا عَنِ الصَّرْفِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا يَقُولُ هَذَا خَيْرٌ مِنِّي فَكِلاَهُمَا يَقُولُ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الذَّهَبِ بِالْوَرِقِ دَيْنًا * رواه البخاري كتاب البيوع

Artinya: Dari Abi Minhal, ia berkata: Aku bertanya pada Baro’bin Azib dan Zaid bin Arqom tentang tukar menukar mata uang, maka masing-masing dari keduanya berkata: ”Ini lebih baik dariku ” dan masing-masing berkata: ”Rasulullah  saw melarang menjual emas dengan perak secara hutang.”

Contoh riba nasi’ah: bunga bulanan atau tahunan di bank konvensional; mengambil keuntungan atau kelebihan atas pinjaman uang yang pengembaliannya ditunda.

c.         Riba Qardh
Riba yang muncul akibat adanya tambahan atas pokok pinjaman yang dipersyaratkan di muka oleh kreditur atau shahibul maal kepada pihak yang berutang (debitur), yang diambil sebagai keuntungan. Contoh: shahibul maal memberi pinjaman uang kepada debitur Rp. 10 juta dengan syarat debitur wajib mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp. 18 juta pada saat jatuh tempo.

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الرِّبَا فِي الدَّيْنِ قَالَ عَبْدُ اللهِ مَعْنَاهُ دِرْهَمٌ بِدِرْهَمَيْنِ *رواه الدارمي كتاب البيوع   

Artinya: Dari Usamah bin Zaid, sesungguhnya Rasululah saw bersabda: ”Sesungguhnya riba berada pada utang.” Abdillah berkata: yang dimaksud Nabi yaitu satu dirham (dibayar) dua dirham.

d.        Riba Jahiliyah
Riba yang muncul akibat adanya tambahan persyaratan dari kreditur atau shahibul maal, di mana pihak debitur diharuskan membayar utang yang lebih dari pokoknya, karena ketidakmampuan atau kelalaiannya (default) dalam pembayaran saat utang telah jatuh tempo. Contoh: debitur memiliki utang senilai Rp. 10 juta, jatuh tempo 1 Desember 2011. Namun sampai dengan tanggal tersebut, debitur tidak mampu membayar. Akhirnya pihak kreditur membuat syarat, jangka waktu pinjaman dapat diperpanjang, tetapi jumlah utang bertambah menjadi Rp. 15 juta.

حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الرِّبَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَكُونَ لِلرَّجُلِ عَلَى الرَّجُلِ الْحَقُّ إِلَى أَجَلٍ فَإِذَا حَلَّ الأَجَلُ قَالَ أَتَقْضِي أَمْ تُرْبِي فَإِنْ قَضَى أَخَذَ وَإِلاَّ زَادَهُ فِي حَقِّهِ وَأَخَّرَ عَنْهُ فِي الأَجَلِ *رواه مالك كتاب البيوع

Artinya: Dari Malik dari Zaid bin Aslam, ia berkata: Riba pada zaman jahiliyah yaitu bahwa ada seorang laki-laki, memiliki suatu kewajiban (utang) pada laki-laki (yang lain) untuk jangka waktu tertentu. Maka ketika telah jatuh tempo, yang memberikan pinjaman (kreditur) berkata: Apakah kamu mau membayar atau memberi tambahan (pembayaran). Maka ketika debitur membayar, kreditur menerima (pembayaran), dan jika tidak membayar, maka debitur menambah haknya kreditur, dan kreditur memperpanjang sampai waktu tertentu.

e.        Riba yad
Riba yang muncul akibat adanya jual-beli atau pertukaran barang ribawi maupun yang bukan ribawi, di mana terdapat perbedaan nilai transaksi bila penyerahan salah satu atau kedua-duanya diserahkan dikemudian hari. Dengan kata lain, pada riba yad terdapat dua persyaratan dalam transaksi tersebut yaitu satu jenis barang dapat diperdagangkan dengan dua skema yaitu kontan dan kredit. Contoh: harga mobil baru jika dibeli tunai seharga Rp. 100 juta, dan Rp. 150 juta bila mobil itu dibeli secara kredit dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan mengenai salah satu harga yang ditawarkannya .
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلاَ شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ *رواه النسائي كتاب البيوع (تحقيق الألباني :حسن صحيح)

Artinya: Dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw, beliau bersabda: ”Tidak halal pinjaman dan jual-beli, tidak juga dua syarat dalam satu jual-beli, dan tidak boleh menjual barang yang tidak ada padamu

Ada beberapa pengertian berdasarkan hadis tersebut, yaitu:
1)      Hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa seseorang tidak boleh bertransaksi dalam satu akad terdapat pinjaman dan jual beli. Contoh A  bersedia memberikan pinjaman kepada B dengan syarat B harus menjual sepeda motornya kepada A.
2)      Hadis tersebut juga melarang seseorang menentukan dua syarat dalam satu akad jual beli. Contoh: A menjual motornya kepada B secara tunai dengan syarat B harus menjual kembali motornya kepada A dengan cara kredit. Contoh lain: A menjual sepeda motornya, jika dibeli dengan tunai maka harganya Rp 10 juta, kalau dibeli dengan kredit harganya Rp 15 juta dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan pemilihan salah satu harga yang ditawarkan.
3)      Seseorang dilarang menjual barang yang tidak ada pada dirinya. Contoh: A menjual sepeda motor yang hilang  kepada orang lain.

Pada jaman sekarang ini, banyak transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan masuk dalam kategori riba. Beberapa contoh transaksi riba yang dilakukan diberbagai lembaga bisnis dan keuangan saat ini antara lain:
1)      LK Konvensional.
LK Konvensional beroperasi dengan menggunakan sistem bunga. Nasabah yang menyimpan uangnya di LK mendapatkan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari uang yang disimpan di LK tersebut. Demikian pula nasabah yang meminjam uang ke LK harus membayar bunga sebesar persentase tertentu dari pinjaman pokoknya. Berdasarkan dalil-dalil yang telah dikaji di atas, maka hukum bertransaksi seperti di atas  adalah haram karena mengandung unsur riba. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa larangan bunga LK pada simpanan berbentuk, giro (NO: 01/DSN-MUI/IV/2000), tabungan (NO: 02/DSN-MUI/IV/2000), dan deposito (NO: 03/DSN-MUI/IV/2000).
2)      Lembaga Pembiayaan Kendaraan Bermotor Konvensional.
Lembaga keuangan menyediakan dana pembelian kredit sepeda motor. Harga jual sepeda motor secara tunai sebesar 15 juta rupiah. Apabila seseorang ingin membeli sepeda motor dengan angsuran selama tiga tahun maka harganya menjadi 18 juta rupiah, kalau empat tahun 20 juta rupiah dan kalau lima tahun menjadi 22 juta rupiah dan sampai dengan keduanya berpisah tidak ada keputusan pemilihan kepada salah satu harga yang ditawarkan. Berdasarkan dalil-dalil yang telah disampaikan di atas, maka hukumnya bertransaksi seperti itu haram karena mengandung unsur riba dan jual beli dengan dua harga dalam satu penjualan. Adanya perbedaan jual beli tunai dan kredit tersebut karena pada saat jual beli dilakukan secara kredit, pihak lembaga keuangan mengenakan bunga. Bunga yang ditetapkan akan berbeda-beda tergantung dari jangka waktu kreditnya. Semakin lama jangka waktu kreditnya, maka semakin tinggi bunganya.
3)      Obligasi.
 Obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan berupa surat pengakuan utang dari satu pihak kepada pihak lain yang membeli surat obligasi tersebut sejumlah nilai tertentu yang tertera dalam obligasi tersebut. Pihak yang mengeluarkan obligasi memberikan imbalan berupa bunga sebesar persentase tertentu dari pokok utang yang tertera dalam obligasi tersebut sampai jangka waktu jatuh temponya obligasi tersebut. Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, maka hukumnya obligasi adalah haram karena mengandung unsur riba, yaitu adanya tambahan dari pokok modal/utang.

2. 2. Judi (maysir)
Judi adalah semacam permainan yang bersifat untung-untungan di mana yang menang akan mendapatkan keuntungan yang diambilkan dari yang kalah sehingga yang menang beruntung dan yang kalah merugi (M.Syakir Sula dan Aries Mufti, 2007); setiap tindakan atau permainan yang bersifat untung-untungan (spekulatif) yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan materi seperti membawa dampak terjadinya praktek kepemilikan harta secara bathil (kamus ekonomi Islam). Menurut Ibnu Hajar Al Maky, maysir adalah segala bentuk spekulasi. Semua transaksi yang mengandung unsur spekulatif atau untung-untungan masuk dalam kategori judi sehingga dilarang.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ أَمَنُوا إِنَّمَاالْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنَ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ سورة المائدة:  ٩٠

Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khomer, judi, anshob (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka menjauhlah kalian pada perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ثُمَّ قَالَ  إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَىَّ أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ .رواه ابوداود كتاب الأشربة (تحقيق الألباني : صحيح)

Dari Ibnu Abbas … kemudian Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku (keragu-raguan rowi) atau telah diharamkan khomer, judi, dan gendang.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ حَلَفَ مِنْكُمْ، فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: بِاللَّاتِ وَالعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ "رواه البخاري
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a.dia berkata: Rasulullah s.a.w.bersabda: Barang siapa dari antara kalian yang bersumpah lantas berkata dalam sumpahnya Demi lata demi uzza maka berkatalah laa ilaaha illallah dan barang siapa yang berkata kepada temannya kemarilah aku akan berjudi denganmu maka bersadakahlah.

Imam Nawawi berkata (syarhu shahih Muslim 11/118 ), Para Ulama berkata: Nabi menyuruh shadaqah adalah sebagai kafarah terhadap kesalahannya dalam mengucapkan ucapan maksiat.
Al Khattaby berkata : maknanya bershadaqahlah dengan perkiraan apa-apa yang dia menyuruh berjudi dengannya.
 Imam Nawawi berkata: Yang benar adalah pendapat para ahli tahqiq sesuai dengan dhahir haditsnya bahwa Nabi tidak menghususkan ukurannya jadi bershadaqahlah dengan apa-apa yang dia mudah dengannya hal ini diperkuat dengan suatu riwayat sabda beliau: bershadaqahlah dengan sesuatu H.R. Muslim 3/1268 cet. Isa al Halaby hadits dari Abu Hurairah.
Suatu permainan bisa dikategorikan judi jika 3 unsur  terdapat didalamnya:
1.       Adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi.
2.       Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
3.       Pihak yang menang mengambil sebagian/seluruh harta yang dijadikan taruhan dari  pihak yang kalah sehingga  pihak yang kalah kehilangan hartanya.
Pada jaman sekarang ini bentuk-bentuk perjudian sudah berkembang demikian pesatnya dan dikemas dengan indah. Contoh-contoh bentuk perjudian yang dikemas dalam bentuk investasi, permainan dan lainnya adalah:
1)        Bermain valas
Bermain valas dikategorikan perjudian karena pemilik dana menyerahkan sejumlah uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli valas yang sesungguhnya. Transaksi ini dikemas dengan nama investasi pada pasar uang. Sesungguhnya tidak ada barang yang ditransaksikan, semuanya bersifat semu. Pemilik dana tidak menerima valuta asing yang dibelinya, agen tidak menyerahkan valas yang diamanatkan untuk dibeli oleh pemilik dana. Transaksi seperti ini dikategorikan perjudian dan haram dilakukan.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait jual beli mata uang, yaitu NO: 28/DSN-MUI/III/2002. Transaksi valas yang diijinkan adalah berbentuk transaksi Spot. Transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (mimmaa laa budda minhu) karena merupakan transaksi internasional. Adapun transaksi valas yang tidak diperbolehkan berbentuk forward, swap dan option. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati (mengandung gharar dan dharar ), kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

2)      Bermain Indeks Harga Saham
Berbeda dengan jual beli saham, di mana pemilik dana membeli saham dan memperoleh sertifikat saham senilai uang yang diserahkannya. Dalam transaksi ini yang ditransaksikan adalah indeks harga sahamnya dan bukan sahamnya. Pemilik dana menyerahkan uang tertentu (dikemas dengan nama investasi) kepada manajer investasi (agen) untuk ditransaksikan dalam indeks harga saham. Salah satu contoh adalah Indeks Hanseng, merupakan salah satu bursa saham cukup besar di Hongkong. Manajer investasi akan memberikan informasi kepada investor (pemilik dana) mengenai perkembangan indeks harga saham dan memberikan saran untuk membeli atau menjual. Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian). Tidak ada transaksi barang di dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu. Investor mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi (permainan) tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil.

3)      Bermain Bursa Emas
Tidak jauh berbeda dengan dua contoh di atas, dalam kegiatan ini emas yang ditransaksikan bersifat semu. Pemilik dana menyerahkan sejumlah uang kepada agen (manajer investasi) untuk dimainkan dalam bursa emas. Manajer investasi akan memberitahukan perkembangan harga emas dunia dan memberikan saran untuk membeli atau menjual emas yang dimiliki pemilik dana. Emas yang dimaksud di sini tidak pernah diterima barangnya oleh pemilik dana. Karena bersifat permainan untuk mengambil keuntungan tanpa adanya transaksi riil, maka hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli ’inah atau jual beli yang tidak terpenuhi syarat rukunnya.

4)      Acara-acara permainan di televisi, seperti who want to be millionaire, superdeal 1 miliar, dan lain-lain.
Mengikuti acara who want to be millionaire dan superdeal 1 miliar adalah haram karena mengandung unsur perjudian. Pemain setelah mampu menjawab pertanyaan atau melakukan kegiatan tertentu (dalam acara superdeal) ditantang untuk mendapatkan hadiah lebih tinggi dengan mempertaruhkan uang atau hadiah yang telah diberikan sebelumnya. Namun risikonya, hadiah yang sudah diberikan sebelumnya bisa hilang. Pertaruhan untuk mendapatkan uang/hadiah lebih tinggi seperti ini hukumnya haram karena mengandung unsur perjudian.
         
2. 3. Gharar (Transaksi yang Menimbulkan Ketidakpastian).
Gharar menurut etimologi adalah bahaya. Gharar menurut bahasa berarti tipuan yang mengandung kemungkinan besar tidak adanya kerelaan menerimanya ketika diketahui dan ini termasuk memakan harta orang lain secara batil. Gharar menurut istilah fiqih, mencakup kecurangan (gisy), tipuan (khidaa’) dan ketidakjelasan pada barang (jihaalah), juga ketidakmampuan untuk menyerahkan barang (Wahbah az Zuhaili, Fiqih Islam Jilid 5 hal. 100-101). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali bila diatur lain dalam syariah.
Beberapa bentuk transaksi gharar adalah:
·         Bai’ ma’dum
Adalah jual beli di mana barangnya tidak ada atau fiktif.
·         Bai’ ma’juzi at-taslim
Adalah jual beli di mana barangnya tidak bisa untuk diserah-terimakan.
·         Bai’ majhul
Adalah jual beli di mana kualitas, kuantitas, dan harga barang tidak diketahui.
Contoh transaksi gharar pada jaman pra dan awal Islam adalah sebagai berikut:
·         Mulamasah
Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut.
·         Hashah
Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana pembeli menggunakan kerikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Kerikil yang mengenai suatu barang , barangnya harus dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli.
·         Hablul habalah
Hablul habalah adalah anak dari janin unta yang sedang dikandung (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi saw, dalam Wahbah az Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Seseorang menjual seekor anaknya anak unta yang masih berada dalam perut induknya (menjual cucunya unta).
·         Munabadzah
Jual beli secara lempar melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang A, B, C atau lainnya. Seperti seorang berkata: “Lemparkanlah padaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi saling melempar barang, maka terjadilah jual beli.
·         Muzabanah
Buah-buahan ketika masih ada di atas pohon yang masih basah dijual sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma atau anggur kering jumlahnya di atas lima wasak. Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran.
·         Muhaqalah (الْمُحَاقَلَةُ)
Menjual biji tanam-tanaman yang masih diladang atau di sawah (belum siap panen).dengan biji2an yang kering (yang siap dimasak).
·         Mukhadharah (buah yang masih hijau)
Menjual buah-buahan yang belum saatnya untuk dipanen, seperti menjual buah durian yang masih muda, rambutan yang masih muda/pentil hijau.
·         Malaaqih
Malaaqih adalah apa yang ada di dalam kandungan unta betina (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi saw, dalam Wahbah az Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Adalah menjual janin hewan yang masih dalam kandungan
·         Madhamin
Madhamin adalah sperma yang ada di tulang sulbi unta jantan (Diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitab Mushannaf-nya dari Ibnu Umar dari Nabi saw, dalam Wahbah az Zuhaili, Fiqih Islam, Jilid 3 hal: 94). Madhamin ialah menjual sperma hewan, dimana si Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu menjadi milik pembeli.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ رواه مسلم

Dari Abu Hurairah: Rosululloh SAW melarang dari jual beli hashah dan jual beli gharar

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ وَبَيْعِ الْحَصَاةِ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي سَعِيدٍ وَأَنَسٍ قَالَ أَبو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا بَيْعَ الْغَرَرِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَمِنْ بُيُوعِ الْغَرَرِ بَيْعُ السَّمَكِ فِي الْمَاءِ وَبَيْعُ الْعَبْدِ اْلأَبِقِ وَبَيْعُ الطَّيْرِ فِي السَّمَاءِ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنَ الْبُيُوعِ وَمَعْنَى بَيْعِ الْحَصَاةِ أَنْ يَقُولَ الْبَائِعُ لِلْمُشْتَرِي إِذَا نَبَذْتُ إِلَيْكَ بِالْحَصَاةِ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَكَ وَهَذَا شَبِيهٌ بِبَيْعِ الْمُنَابَذَةِ وَكَانَ هَذَا مِنْ بُيُوعِ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ * رواه الترمذى كتاب البيوع  (تحقيق الألباني : صحيح)

Dari Abi Hurairoh, ia berkata:”Rasululloh saw melarang jual-beli gharar dan jual-beli dengan lemparan batu. Imam Tirmidzi berkata: “Di dalam bab ini diriwayatkan juga dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abi Said, dan Anas. ”Abu Isa berkata,” hadits Abi Hurairah ini adalah hadits Hasan Shahih, dan para ahli ilmu mengamalkan hadits ini (mereka membenci pada jual beli gharar).” Imam as-Syafi’i berkata,” Termasuk ba’i gharar yaitu menjual ikan di dalam air, menjual budak yang lari dari tuannya, menjual burung yang terbang di angkasa, dan jual beli lainnya yang sejenis itu. Adapun makna ba’i al-hashoti yaitu seorang penjual berkata kepada pembeli: ketika aku melempar kepadamu dengan kerikil maka telah sah jual beli antara aku dan kamu. Dan ini menyerupai ba’i munabadzah, dan jual beli ini termasuk jual beli orang jahiliyah.

Pada saat ini banyak kegiatan bisnis dan keuangan yang mengandung unsur gharar yang hukumnya haram. Berikut ini beberapa contoh bisnis dan keuangan yang mengandung unsur gharar.
1)      Bermain Bursa Valas
Di dalam bermain bursa valas, ada transaksi yang tidak diketahui secara jelas kuantitas dan kualitas barangnya. Transaksi dilakukan secara semu tidak betul-betul adanya pertukaran mata uang. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
2)      Bermain Bursa indeks harga saham
Di dalam bermain bursa indeks harga saham, transaksi yang dilakukan juga bersifat semu. Barangnya tidak dapat diserahterimakan karena berupa indeks harga saham dan bukan lembar sertifikat saham. Hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
3)      Bursa emas
Dalam transaksi di bursa emas, ada kegiatan di mana transaksi yang dilakukan secara semu. Emas yang diperjualbelikan barangnya bersifat semu, tidak riil, tidak diserahterimakan. Transaksi seperti ini hukumnya haram karena mengandung unsur gharar.
4)      Asuransi konvensional
Asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung unsur gharar. Barang yang diperjual belikan tidak jelas kuantitas dan kualitasnya karena memperjualbelikan risiko. Risiko meninggal dunia, risiko cacat, risiko sakit yang tidak jelas kuantitas dan kualitasnya, sehingga mengandung unsur gharar.

2.4. Dharar (kerusakan, kerugian, penganiayaan)
Dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara bathil.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَضَى أَنْ  لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. * رواه ابن ماجه (تحقيق الألباني : صحيح)

Dari Ubadah bin Shomit, sesungguhnya Rasululloh saw menghukumi bahwa tidak boleh seseorang merusak (diri, harta, kehormatan) orang lain dan tidak boleh membalas pengerusakan dengan pengerusakan.
                Pada saat ini ada beberapa transaksi yang mengandung unsur dharar. Berikut ini merupakan beberapa contoh diantaranya yang mengandung unsur dharar.
1.       Asuransi Konvensional
Dalam asuransi konvensional, peserta asuransi membayar premi sejumlah tertentu. Ada asuransi konvensional yang mensyaratkan apabila peserta tidak dapat membayar premi lagi sebelum masa perjanjian keikutsertaan asuransi habis, maka preminya hangus, tidak dikembalikan pada peserta. Ini adalah perbuatan dharar, penganiayaan pada orang lain. Ada pula peserta yang baru ikut beberapa bulan, kemudian karena mengalami musibah mengajukan klaim. Klaim yang diterima  sangat besar, jauh lebih besar dari uang premi yang baru disetor beberapa bulan. Ini juga dharar karena baru membayar uang sedikit dapat uang yang jauh lebih banyak. Jika terjadi kasus begitu banyaknya peserta yang mengajukan klaim, bisa terjadi perusahaan asuransi bangkrut karena melebihi kemampuan keuangan/aset yang mereka miliki untuk membayar klaim tersebut. Asuransi konvensional dengan demikian hukumnya haram karena ada unsur dharar dan gharar.
2.       Predatory Pricing (Pemangsa Harga)
Perusahaan yang memiliki sebuah hypermarket menetapkan harga barang-barangnya di bawah harga pasar. Beberapa jenis barang bahkan dijual merugi untuk menarik pembeli ke hypermarket-nya. Tindakan ini dinamakan predatory pricing. Hukumnya haram karena akibat tindakannya tersebut menghancurkan pasar peritel lainnya yang kalah modal. Hypermarket tersebut telah melakukan perbuatan dharar terhadap peritel kecil. Sengaja melakukan perbuatan tersebut untuk menghancurkan pesaing dan menguasai pasar.

2.5. Maksiat
Maksiat adalah bentuk transaksi yang terkait dengan usaha-usaha yang secara langsung ataupun tidak langsung melanggar  (menentang) hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya.
Contoh: membuat pabrik minuman keras, membuat pabrik obat terlarang, membuat tempat pelacuran, membuat tempat perjudian, perdukunan/paranormal.

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ * رواه البخاري كتاب البيوع

Dari Abi Mas’ud, sesungguhnya Rasululoh saw melarang uang hasil penjualan anjing, uang hasil pelacur, dan ongkos para normal.”

2.6. Barang haram (suht)
Barang haram adalah barang-barang yang diharamkan dzatnya untuk dikonsumsi, diproduksi, dan diperdagangkan menurut nash yang terdapat di dalam al-Quran dan al-Hadits. Contoh: minuman keras, narkoba, babi, darah, bangkai, patung, binatang buas yang bertaring dan burung yang memiliki cakar kuku yang kuat.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.البقرة ١٧٣
Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ . رواه مسلم عَنْ أَبِي مُوسَى

Setiap (barang) yang memabukkan adalah haram

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ...* رواه مسلم كتاب المساقاة.

Dari Jabir bin Abdillah, sesungguhnya ia mendengar Rasululoh saw bersabda di Makkah saat Fathu Makkah:”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual-beli arak, bangkai, babi, dan patung.” Maka ditanyakan:” Ya Rasululoh, bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena sesungguhnya ia dibalurkan ke perahu, meminyaki kulit, dan manusia-manusia menggunakan sebagai  penerangan.” Maka Nabi bersada:”Tidak boleh, itu haram.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ» روا مسلم
Artinya : tiap-tiap binatang buas yang bertaring maka memakannya  haram.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ»رواه مسلم
Artinya: dari Ibnu Abas dia berkata: Rasulullah s.a.w. melarang ( mengharamkan ) dari tiap-tiap binatang buas yang bertaring dan tiap-tiap  burung yang mempunyai cakar kuku yang kuat.

2.7.            Risywah (suap)
Risywah secara bahasa artinya al ju’lu/upah dan apa-apa yang diberikan untuk mendatangkan kemaslahatan...( lisan al ’arab dan al mu’jamu al wasith). Al Fayyumy berkata: risywah adalah apa-apa yang diberikan oleh seseorang kepada Hakim atau lainnya agar dia menghukumi baik untuknya atau Hakim membawanya sesuai dengan  apa yang dikehendaki oleh sipemberi suap.( Al Mishbah al munir).
Menurut istilah, risywah adalah  apa-apa yang diberikan untuk membatalkan barang yang benar dan membenarkan barang yang batal (salah) (taju al ’arus, al mu’jam al wasith, hasyiatu al thahthawy ’ala al dur 3/177 ).

Hukum risywah( suap)
Risywah (suap) dalam urusan hukum dan risywah yang harus dipertanggungjawaban dari suatu perbuatan hukumnya haram tanpa adanya perbedaan pendapat dan termasuk dosa besar. Allah ta’ala berfirman:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ  (سورة المائدة : ٤٢)
Artinya: mereka banyak mendengar untuk berdusta mereka memakan barang haram( suap).
Hasan dan Sa’id bin jubair berkata: yaitu risywah.

Dan Allah berfirman :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (سورة البقرة : ١٨٨) .
Artinya: Dan janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang batal dan kalian membawa dengannya kepada para hakim agar kalian memakan sebagian harta manusia dengan berdosa padahal kalian mengetahui.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ ِفي الحُكْمِ»رواه الترمذي حكم الألباني صحيح باب ما جاء فى الراشى والمرتشى
Dari Abu hurairah dia berkata Rasulullah s.a.w. melaknat pemberi dan penerima suap dalam urusan hukum.

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ " وَفِي رِوَايَةٍ زِيَادَةُ " وَالرَّائِشَ (أخرجه الترمذي ( ٣ / ٦١٤ ـ ط الحلبي ) وقال : " حديث حسن صحيح " ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ :
Artinya:Rasulullah s.a.w.melaknat orang yang menyuap dan orang yang  menerima suap dan dalam satu riwayat ada tambahan lafadz al raaisy ( H.R.Tirmidzi 3/614 cet aHalaby dia berkata: Hasan shahih dari Abdullah bin Amr dia berkata.

Ahmad meriwayatkan dalam juz 5/279 cet, al maimaniyah dari haditsnya Tsauban dan di dalamnya ada tambahan “warraaisy (Al Mausu’ah 22/221). Haram mencari suap dan memberikannya dan menerimanya seperti halnya haram pekerjaan menjadi perantara antara orang yang menyuap dan orang yang menerima suap (Al Mughny 9/78, Kasysyaf al qina’ 6/316, al zawajir 2/188, al kabair li Dzdzahaby 142, nihayah al muhtaj 8/243, nail al authar 8/277,ibnu Abidin 4/303, mawahibu al jalil 6/120, al muhalla 9/131,157).
Hanya saja boleh bagi seseorang memberikan suap untuk menghasilkan kebenaran atau untuk menolak penganiayaan atau bahaya, adapun dosanya adalah bagi yang menerima suap bukan orang yang menyuap, begitulah menurut pendapat Jumhur Ulama (Kasysyaf al qina’ 6/316, nihayah al muhtaj 8/234, al Qurtuby 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al khithab 6/121, al muhalla 9/157, mathalib uli al nuha 6/479). Abu al Laits al Samarqandy berkata: Tidak apa-apa seseorang memberikan suap dari dirinya dan hartanya (al Qurtuby 6/183)…dan dari Atha’ dan Hasan: Tidak apa-apa seseorang melakukan suap dari dirinya dan hartanya jika takut adanya penganiayaan (Kasysyaf al Qina’ 6/316).

                      
Reviewed by LDII-GARUT on 18.40 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Comment

Comments

ads
Diberdayakan oleh Blogger.