POLA PENGASUHAN ANAK

Jika Penuh Kekerasan Bisa Timbulkan Kecacatan Otak

Rabu, 26 Juni 2013

JAKARTA (Suara Karya): Pola pengasuhan yang penuh dengan tindak kekerasan dapat menimbulkan kecacatan otak anak secara permanen. Namun sayang, banyak orangtua melakukan kekerasan atas nama disiplin.

"Pola pengasuhan anak yang benar menjadi sangat penting karena kita sedang mempersiapkan generasi berikutnya," kata Linda Agum Gumelar, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), saat membuka seminar tentang pengasuhan anak, di Jakarta, Selasa (25/6). 
Pembicara seminar adalah pakar gizi Sonny Harry Harmadi, dokter spesialis anak Damayanti Syarif, dan Aliya Baskoro Yudhoyon sebagai praktisi dan ibu satu anak. Linda mengatakan, pola pengasuhan penting karena saat ini 38 persen dari 250 juta penduduk Indonesia adalah anak-anak. Sebanyak 28 persen usia balita (bawah lima tahun), 28 persen usia 5-9 tahun, 27 persen usia 10-14 tahun, dan 16 persen berusia 15-17 tahun.
"Penting diketahui orangtua bahwa dalam tumbuh kembangnya, setiap kelompok umur memiliki risiko yang spesifik," ujarnya. 
Untuk anak balita, Linda Gumelar menyebut, faktor risiko terhadap penyakit dan kekurangan atau kelebihan gizi. Sedangkan pada kelompok usia remaja, rawan terkena kenakalan remaja dan penyakit menular seksual. "Selain pola pengasuhan yang benar, penting bagi orangtua untuk paham soal gizi karena banyak yang menderita kurang gizi meski datang dari keluarga mampu. Anak kebanyakan konsumsi makanan yang nol gizi atau akrab disebut junk food atau makanan sampah," tuturnya.
Damayanti Syarif menjelaskan, pengasuhan berasal dari kata asuh yang artinya menjaga, merawat, dan mendidik. Kegiatan asuh menekankan pada tiga komponen, yaitu asah (kebutuhan akan stimulasi kognitif), asih (kebutuhan akan kasih sayang), dan asuh (kebutuhan akan fisik-biomedis). "Jika kurang dari tiga komponen itu, pola pengasuhan menjadi tidak maksimal," ujarnya. 
Pada masa pertumbuhan, menurut Damayanti, anak memerlukan gizi yang baik untuk perkembangannya. Setiap gangguan itu akan menimbulkan kerusakan yang permanen. (Tri Wahyuni)