|
4. Kemubalighan!
SA Boarding School menawarkan dual system kurikulum, yakni standard nasional dan Kemubalighan.
Siswa tidak hanya bisa lulus secara akademis, namun juga dipersiapkan menjadi DAI”/mubaligh yang profesional.
Articles
Sulthon Aulia Boarding School akan melahirkan Macan Bermental Raja
Bijaksana, Mempunyai anak cerdas dengan paham agama kuat dan mempunyai 6
karakter luhur, siapa yang tidak mau?
Kawakibi tiba-tiba terbangun pukul 2 pagi karena sebuah
ketukan di pintu kamarnya. Dia sudah dibiasakan bangun di sepertiga
malam akhir untuk sholat tahajud, sama seperti kebiasaan yang dilakukan
teman-temannya di Sulthon Aulia Boarding School (SABS). Jadi dengan
sebuah ketukan kecil saja, Kibi dengan mudah terbangun.
Di tengah keheningan malam, Kibi merapalkan doa-doa sholat. Sedikit
berbisik, ia mengucapkan mimpi-mimpinya tentang masa depan, baik target
untuk pencapaian prestasinya di dunia maupun di akhirat.
Menjelang Subuh, Kibi bersiap untuk menuju masjid. Tiga kawan sekamarnya
ikut segera bergegas menuju masjid yang hanya sepelemparan batu dari
asrama tempat Kibi tinggal. Meskipun harus meninggalkan kamarnya yang
nyaman dan dilengkapi AC, tetapi sudah terpatri di benak Kibi bahwa
sholat Subuh berjamaah di masjid adalah wajib hukumnya.
Kibi berjalan menuju ke masjid sambil menenteng Al-Quran dan
Hadits-nya, karena setelah Subuh ia harus mengikuti pengajian sampai
pukul 6 pagi. Pada awalnya ia kesulitan melawan kantuk, tetapi toh
akhirnya ia bisa menerima pembelajaran dari mubaligh pilihan di
asramanya.
Berikutnya adalah kegiatan bebas, mandi, dan sarapan. Kibi tidak perlu
mengantri untuk mandi, karena perbandingan jumlah kamar mandi dengan
jumlah siswa adalah 1:6. Kalaupun mengantri tidak akan panjang.
Pagi ini, menu sarapan Kibi adalah nasi goreng, berbeda dengan
kemarin yang menunya pasta dan kemarin lusa yang menunya roti panggang.
Selepas sarapan, Kibi berjalan kaki menuju ke sekolah yang hanya
beberapa puluh meter dari asramanya.
Kegiatan pendidikan dimulai tepat pukul 8 pagi. Kibi dan teman-temannya
merasa nyaman sekali dengan guru-guru yang ada di sekolah. Selain karena
penjelasan yang mudah diterima, guru-guru pilihan tersebut tidak
bersifat top-down, sehingga Kibi tidak sungkan untuk bertanya ketika ada
bagian pelajaran yang belum jelas.
Bel istirahat siang berbunyi dan siswa-siswi pun berhamburan menuju
tempat makan. Kibi mendapati menu makan siangnya kali ini adalah nasi
dengan sayur lodeh dan lalap. Lauknya adalah empal daging. Sementara
pisang menjadi makanan penutup. Tetapi Kibi masih ingin menambah lagi
dengan risol yang dapat dibelinya di kantin.
Aktivitas akademik di sekolah selesai pada pukul 2 siang. Kibi
diperbolehkan istirahat di asramanya atau melakukan aktivitas apapun
yang tidak melanggar aturan. Pengurus SABS meletakkan minimal 6 buah
CCTV di tempat-tempat strategis untuk memantau aktivitas siswa, sehingga
aturan yang dibuat bisa dikontrol dengan baik.
Selepas Ashar, sekitar pukul 4 sore, Kibi bebas melakukan aktivitas
ekstrakurikuler pilihannya, yaitu futsal. Teman-temannya yang lain
memiliki aktivitas pilihan lain. Ada yang sama-sama olahraga, tetapi ada
juga yang jurnalistik, broadcasting, dan Karya Ilmiah Remaja (KIR).
Meskipun pilihan yang lain juga banyak: sepak bola, basket, pencak
silat, PMR, pramuka, paskibra, business club, tari tradisional, teater,
cinta lingkungan, panjat tebing, renang, bahkan golf.
Namun seluruh aktivitas pilihan tersebut harus dituntaskan sebelum
matahari kembali ke peraduannya, karena Kibi dan siswa-siswi SABS
lainnya harus segera mengikuti shalat Maghrib berjamaah di masjid. Lalu
dilanjutkan shalat Isya berjamaah.
Di sela-sela aktivitasnya tersebut, Kibi menuju tempat makan untuk makan
malam. Kali ini menu makan malam Kibi adalah sup, ayam goreng, sambal
goreng kentang, dan ditutup dengan jeruk. Dalam satu minggu, Kibi tidak
pernah mendapati menu yang sama. Itu membuatnya tidak bosan dan cocok
dengan makanan yang disediakan.
Setelah Isya, Kibi mengikuti pengajian wajib sampai pukul 10 malam.
Materi pengajiannya tidak lepas dari Quran Hadits. Dalam dua tahun, ia
ditarget telah bisa menjadi mubaligh yang tentu sudah harus merampungkan
pembelajaran Quran dan hadits-hadits himpunannya.
Aktivitasnya yang padat membuat Kibi lelah. Biasanya setelah
pengajian malam, ia langsung bergegas menuju kamar tidurnya dan langsung
terlelap. Kibi merasa perlu menjaga waktu istirahatnya karena besok
pukul 2 pagi ia akan memulai aktivitasnya kembali.
Diam-diam, Kibi terdidik menjadi anak yang disiplin, cerdas dalam
pendidikan sekolahnya, dan mempunyai kepahaman agama yang kuat. Kibi
menjadi harapan banyak orang untuk menjadi pemimpin atau raja bijaksana
yang mempunyai bekal ilmu dunia dan ilmu agama yang cukup, seperti
harapan orang tuanya.
Dua minggu sekali, Kibi diberikan kesempatan untuk pulang ke rumah
orang tua asuhnya di Jakarta. Maklum, Kibi berasal dari Makassar dan ia
tidak memiliki saudara di Jakarta. Namun SABS menyiapkan orang tua asuh
bagi Kibi. Ia bisa mengambil HP yang dititipkan kepada pengurus yayasan,
tetapi sekembalinya ke SABS, ia harus menitipkannya kembali.
Kegiatan rutin tersebut berlangsung terus selama dua tahun. Di
akhir tahun kedua, siswa-siswi ditarget sudah siap untuk menjalani tes
mubaligh di Kediri dan Kertosono selama 3 bulan. Di kelas tiga, porsi
pembelajaran akademik Kibi akan diperbesar karena ia ditarget bisa masuk
perguruan tinggi favorit untuk melanjutkan pendidikannya.
Hasby tidaklah ragu ketika memasukkan anaknya, Kawakibi, ke
SABS. Dia telah yakin dengan kualitas boarding school islami tersebut.
Kepala sekolahnya saja adalah guru Labschool yang telah berpengalaman
selama 20 tahun. Guru-guru di SABS juga cukup meyakinkan, karena
merupakan guru-guru pilihan lulusan S2 atau S1 yang sudah berpengalaman.
Kurikulum yang akan digunakan oleh SABS mengikuti standar nasional dan
siap mengikuti kurikulum 2013 dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Meskipun Hasby tinggal di Makassar (Sulawesi Selatan), tetapi ia
tidak kuatir dengan anaknya yang bersekolah di SABS, ribuan kilometer
dari tempatnya. Ia dapat dengan mudah menelepon kantor SABS untuk
menanyakan kabar anaknya. Ditambah lagi dengan adanya orang tua asuh di
Jakarta. Hasby semakin tenang dengan pergaulan dan pendidikan anaknya.
Sekilas, biaya yang harus dikeluarkan Hasby terlihat besar, yaitu
uang masuk Rp 11,5 juta dan uang bulanan Rp 2 juta. Tetapi uang tersebut
sudah termasuk biaya sekolah, makan, tempat tinggal, dan laundry.
Yang penting bagi Hasby adalah kualitas pendidikan anaknya, maka biaya
tersebut bukanlah masalah baginya. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa
fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya cukup lengkap. Seluruh ruangan,
termasuk kamar-kamar siswa, dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC).
Setiap siswa baru mendapatkan kasur baru yang nyaman dan bersih.
SABS tidak hirau dengan kesehatan murid-muridnya. Meskipun tinggal
bersama, tetapi sanitasi dan iklim sehat tetap dijaga, sehingga tidak
ada penyakit scabies (gatal-gatal, atau terkadang disebut lajaroma) yang
menimpa siswa.
Hasby merasa biaya yang dikeluarkannya sebanding dengan
fasilitas-fasilitas tersebut. Termasuk fasilitas perpustakaan,
Multimedia Class, masjid yang luas, kantin, laboratorium, area belajar
yang nyaman, lapangan futsal, voli, badminton, dan basket.
Ia tidak perlu terlalu kuatir tentang pengontrolan terhadap anaknya.
Pengontrolan pendidikan dapat dilakukan secara intensif oleh guru-guru
terkait. Juga terdapat pamong yang tinggal di kompleks SABS dan ikut
mengontrol siswa-siswi di dalamnya.
Hasby suka dengan penerapan teknologi pendidikan yang diterapkan di
dalam kelas. Contoh kecil, ketika ujian dilakukan, seluruh siswa akan
sibuk di depan laptop-nya masing-masing untuk mengerjakan soal-soal
secara online. Masing-masing tidak bisa mencontek, karena nomor soal
sudah diacak, juga dengan pilihan jawabannya. Akses dalam menjawab soal
dibatasi hanya dua jam. Setelah itu, siswa tidak dapat lagi melihat
soal. Beberapa detik kemudian, skor langsung muncul di layar laptop
masing-masing siswa. Mereka akan langsung mengetahui, apakah perlu
melakukan remedial atau tidak.
Hasby juga suka dengan pendidikan entrepreneur yang sudah
ditanamkan sejak masuk SABS. Terdapat mata pelajaran entrepreuneur
aplikatif yang wajib diikuti siswa seminggu sekali. Di kelas 1, siswa
diberikan teori dan motivasi yang kuat untuk berbisnis, Marketing, serta
studi kasus bisnis, ditambah lagi studium general dua bulan sekali yang
diisi oleh praktisi usaha yang sukses.
Di kelas 2, siswa diminta untuk membuat business plan dan langsung
praktek doing business dengan target harus untung. Penanggung jawab mata
pelajaran kewirausahaan ini adalah seorang pengusaha yang terbiasa
mengajar, sehingga sudah mengetahui betul tentang dunia usaha.
Hasby semakin mantap memasukkan anaknya ke SABS setelah mengetahui bahwa
pendidikan agama dan 6 karakter luhur yang akan ditanamkan begitu
mendalam. Baru masuk saja, siswa-siswi diberikan training 6 karakter
luhur selama 3 hari penuh. Tentu, sebelumnya training serupa telah
diberikan kepada seluruh pegajar SABS.
Training tersebut hanyalah teori dan fundamen dasar, nilai-nilai 6
karakter luhur akan dimasukkan dalam kehidupan berasrama dan bersekolah
sehari-hari sampai mendarah daging. Setelah lulus, secara tidak sadar,
murid sudah mengaplikasikan 6 karakter luhur dalam kehidupannya
sehari-hari.
Cerita di atas adalah analogi-analogi dasar yang akan diaplikasikan
di Sulthon Aulia Boarding School (SABS), yaitu Sekolah Menengah Atas
(SMA) berasrama yang berada di bawah Yayasan Pendidikan Islam Sulthon
Aulia
Sumber : www.sulthonaulia.org |
Semoga menjadi tauladan dalam ikut serta membangun bangsa
BalasHapusSemoga menjadi tauladan dalam ikut serta membangun bangsa
BalasHapus