SMA Suthon Aulia Boarding School Cetak Cendikia Religius


SMA Suthon Aulia Boarding School didirikan adalah sebagai wujud keperdulian para pendirinya terhadap pendidikan. Para pendiri SMA Sulthon Aulia Boarding School berpendapat bahwa Pendidikan itu seharusnya memanusiakan manusia.



Oleh karena itu penting untuk diadakan pendidikan karakter, yaitu metode pendidikan yang juga mengajari berperilaku yang baik, dalam hal ini lebih ditekankan kepada sikap, perilaku dan cara berpikir individu.    Anak-anak akan tumbuh menjadi berkarakter apabila tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Lingkungan yang berkarakter akan kami hadirkan disini, di SMA Sulthon Aulia Boarding School.
Karakter apa yang perlu dibentuk dalam diri setiap anak?
1. Jujur atau Shidiq, adalah berkata yang sebenarnya, tidak dusta, tidak menipu.
2. Amanah, berarti bisa dipercaya dan menjaga kepercayaan dengan tidak berkhianat serta menyampaikan hak kepada yang berhak menerianya.
3. Mujhid-muzhid, Mujhid artinya bekerja dengan semangat, berhasil dan kurup sedangkan Muzhid artinya tirakat sesuai kemampuan dengan hidup hemat dan dapat mengukur kemauan dengan kemampuan.
4. Rukun, berarti tidak punya unek-unek jelek, dengki, iri hati, saling mengasihi, saling memaafkan, bantu-membantu dan tolong menolong dalam kebaikan, kuat memperkuat, saling mendoakan yang baik.
5. Kompak, seiya sekata dalam melakukan dan menjaga aturan-aturan bersama yang telah disepakati. Atau istilahnya holobis kuntul baris.
6. Kerja sama yang baik, adalah saling peduli, saling mendoakan, saling melancarkan, tidak jagal-menjagal, tidak jatuh-menjatuhkan, tidak rugi-merugikan, dan tidak fitnah-memfitnah.

Dengan membentuk anak memiliki enam tabiat luhur, Insya Allah setiap siswa akan dapat menintai Alloh dengan segala yang diciptakanNya.



1. Cendikia-Religius
SA Boarding School bertujuan untuk mencetak Generasi Muda yang Intelektual dan berkarakter Ulama. 
Lulusan SMA Sulthon Aulia akan dibekali sukses persiapan ke jenjang kuliah di Universitas Terbaik dalam dan Luar Negeri. Mahir Berbahasa Inggris dan Arab, Hafidz Al-Quran, menguasai Teknologi Informasi dan Komputer, serta keahlian yang mendukung  minat dan bakat siswa.
Staf Pengajar SMU Sulthon Aulia adalah tenaga pendidik level S1 dan S2, serta Praktisi yang telah berpengalaman dalam mendidik siswa  menuju sukses.
Selain itu lulusan SMU Sulthon Aulia akan mahir dalam berdakwah, karena telah dibekali ilmu Alquran dan Hadits, Tarikh Islam sebagai penunjang mereka untuk memahami nilai-nilai Islam.

2. Akhlaqul Karimah
Membina Generasi Muda sehingga menjadi Pemuda yang  memiliki Enam Karakter Budi Luhur adalah bagian dari misi SMU Sulthon Aulia.
6 KARAKTER SISWA SMU SULTHON AULIA :
1. Jujur/Shidiq
2. Amanah/dapat dipercaya
3. Mujhid-Muzhid
4. Rukun
5. Kompak
6. Bisa bekerja Sama Yang Baik

Kami senantiasa menciptakan lingkungan belajar yang islami, kreatif, menyenangkan, terintegratif dan dedikatif sesuai visi misi , dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
3. Enterpreneur
SA Boarding  School menawarkan  beragam kesempatan untuk belajar mandiri dan menumbuhkan semangat kewirausahaan.
Praktisi Dunia Usaha, kami hadirkan dilingkungan sekolah supaya siswa bisa belajar dan berkomunikasi langsung dengan pakar.

4. Kemubalighan!
SA Boarding  School menawarkan dual system kurikulum, yakni standard nasional dan Kemubalighan.
Siswa tidak hanya bisa lulus secara akademis, namun juga dipersiapkan menjadi DAI”/mubaligh yang profesional.


Articles

Sulthon Aulia Boarding School akan melahirkan Macan Bermental Raja Bijaksana, Mempunyai anak cerdas dengan paham agama kuat dan mempunyai 6 karakter luhur, siapa yang tidak mau?
Kawakibi tiba-tiba terbangun pukul 2 pagi karena sebuah ketukan di pintu kamarnya. Dia sudah dibiasakan bangun di sepertiga malam akhir untuk sholat tahajud, sama seperti kebiasaan yang dilakukan teman-temannya di Sulthon Aulia Boarding School (SABS). Jadi dengan sebuah ketukan kecil saja, Kibi dengan mudah terbangun.
Di tengah keheningan malam, Kibi merapalkan doa-doa sholat. Sedikit berbisik, ia mengucapkan mimpi-mimpinya tentang masa depan, baik target untuk pencapaian prestasinya di dunia maupun di akhirat. Menjelang Subuh, Kibi bersiap untuk menuju masjid. Tiga kawan sekamarnya ikut segera bergegas menuju masjid yang hanya sepelemparan batu dari asrama tempat Kibi tinggal. Meskipun harus meninggalkan kamarnya yang nyaman dan dilengkapi AC, tetapi sudah terpatri di benak Kibi bahwa sholat Subuh berjamaah di masjid adalah wajib hukumnya.
Kibi berjalan menuju ke masjid sambil menenteng Al-Quran dan Hadits-nya, karena setelah Subuh ia harus mengikuti pengajian sampai pukul 6 pagi. Pada awalnya ia kesulitan melawan kantuk, tetapi toh akhirnya ia bisa menerima pembelajaran dari mubaligh pilihan di asramanya. Berikutnya adalah kegiatan bebas, mandi, dan sarapan. Kibi tidak perlu mengantri untuk mandi, karena perbandingan jumlah kamar mandi dengan jumlah siswa adalah 1:6. Kalaupun mengantri tidak akan panjang.
Pagi ini, menu sarapan Kibi adalah nasi goreng, berbeda dengan kemarin yang menunya pasta dan kemarin lusa yang menunya roti panggang. Selepas sarapan, Kibi berjalan kaki menuju ke sekolah yang hanya beberapa puluh meter dari asramanya. Kegiatan pendidikan dimulai tepat pukul 8 pagi. Kibi dan teman-temannya merasa nyaman sekali dengan guru-guru yang ada di sekolah. Selain karena penjelasan yang mudah diterima, guru-guru pilihan tersebut tidak bersifat top-down, sehingga Kibi tidak sungkan untuk bertanya ketika ada bagian pelajaran yang belum jelas.
Bel istirahat siang berbunyi dan siswa-siswi pun berhamburan menuju tempat makan. Kibi mendapati menu makan siangnya kali ini adalah nasi dengan sayur lodeh dan lalap. Lauknya adalah empal daging. Sementara pisang menjadi makanan penutup. Tetapi Kibi masih ingin menambah lagi dengan risol yang dapat dibelinya di kantin.
Aktivitas akademik di sekolah selesai pada pukul 2 siang. Kibi diperbolehkan istirahat di asramanya atau melakukan aktivitas apapun yang tidak melanggar aturan. Pengurus SABS meletakkan minimal 6 buah CCTV di tempat-tempat strategis untuk memantau aktivitas siswa, sehingga aturan yang dibuat bisa dikontrol dengan baik.
Selepas Ashar, sekitar pukul 4 sore, Kibi bebas melakukan aktivitas ekstrakurikuler pilihannya, yaitu futsal. Teman-temannya yang lain memiliki aktivitas pilihan lain. Ada yang sama-sama olahraga, tetapi ada juga yang jurnalistik, broadcasting, dan Karya Ilmiah Remaja (KIR). Meskipun pilihan yang lain juga banyak: sepak bola, basket, pencak silat, PMR, pramuka, paskibra, business club, tari tradisional, teater, cinta lingkungan, panjat tebing, renang, bahkan golf.
Namun seluruh aktivitas pilihan tersebut harus dituntaskan sebelum matahari kembali ke peraduannya, karena Kibi dan siswa-siswi SABS lainnya harus segera mengikuti shalat Maghrib berjamaah di masjid. Lalu dilanjutkan shalat Isya berjamaah. Di sela-sela aktivitasnya tersebut, Kibi menuju tempat makan untuk makan malam. Kali ini menu makan malam Kibi adalah sup, ayam goreng, sambal goreng kentang, dan ditutup dengan jeruk. Dalam satu minggu, Kibi tidak pernah mendapati menu yang sama. Itu membuatnya tidak bosan dan cocok dengan makanan yang disediakan.
Setelah Isya, Kibi mengikuti pengajian wajib sampai pukul 10 malam. Materi pengajiannya tidak lepas dari Quran Hadits. Dalam dua tahun, ia ditarget telah bisa menjadi mubaligh yang tentu sudah harus merampungkan pembelajaran Quran dan hadits-hadits himpunannya.
Aktivitasnya yang padat membuat Kibi lelah. Biasanya setelah pengajian malam, ia langsung bergegas menuju kamar tidurnya dan langsung terlelap. Kibi merasa perlu menjaga waktu istirahatnya karena besok pukul 2 pagi ia akan memulai aktivitasnya kembali. Diam-diam, Kibi terdidik menjadi anak yang disiplin, cerdas dalam pendidikan sekolahnya, dan mempunyai kepahaman agama yang kuat. Kibi menjadi harapan banyak orang untuk menjadi pemimpin atau raja bijaksana yang mempunyai bekal ilmu dunia dan ilmu agama yang cukup, seperti harapan orang tuanya.
Dua minggu sekali, Kibi diberikan kesempatan untuk pulang ke rumah orang tua asuhnya di Jakarta. Maklum, Kibi berasal dari Makassar dan ia tidak memiliki saudara di Jakarta. Namun SABS menyiapkan orang tua asuh bagi Kibi. Ia bisa mengambil HP yang dititipkan kepada pengurus yayasan, tetapi sekembalinya ke SABS, ia harus menitipkannya kembali.
Kegiatan rutin tersebut berlangsung terus selama dua tahun. Di akhir tahun kedua, siswa-siswi ditarget sudah siap untuk menjalani tes mubaligh di Kediri dan Kertosono selama 3 bulan. Di kelas tiga, porsi pembelajaran akademik Kibi akan diperbesar karena ia ditarget bisa masuk perguruan tinggi favorit untuk melanjutkan pendidikannya.
Hasby tidaklah ragu ketika memasukkan anaknya, Kawakibi, ke SABS. Dia telah yakin dengan kualitas boarding school islami tersebut. Kepala sekolahnya saja adalah guru Labschool yang telah berpengalaman selama 20 tahun. Guru-guru di SABS juga cukup meyakinkan, karena merupakan guru-guru pilihan lulusan S2 atau S1 yang sudah berpengalaman. Kurikulum yang akan digunakan oleh SABS mengikuti standar nasional dan siap mengikuti kurikulum 2013 dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Meskipun Hasby tinggal di Makassar (Sulawesi Selatan), tetapi ia tidak kuatir dengan anaknya yang bersekolah di SABS, ribuan kilometer dari tempatnya. Ia dapat dengan mudah menelepon kantor SABS untuk menanyakan kabar anaknya. Ditambah lagi dengan adanya orang tua asuh di Jakarta. Hasby semakin tenang dengan pergaulan dan pendidikan anaknya.
Sekilas, biaya yang harus dikeluarkan Hasby terlihat besar, yaitu uang masuk Rp 11,5 juta dan uang bulanan Rp 2 juta. Tetapi uang tersebut sudah termasuk biaya sekolah, makan, tempat tinggal, dan laundry. Yang penting bagi Hasby adalah kualitas pendidikan anaknya, maka biaya tersebut bukanlah masalah baginya. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya cukup lengkap. Seluruh ruangan, termasuk kamar-kamar siswa, dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC). Setiap siswa baru mendapatkan kasur baru yang nyaman dan bersih.
SABS tidak hirau dengan kesehatan murid-muridnya. Meskipun tinggal bersama, tetapi sanitasi dan iklim sehat tetap dijaga, sehingga tidak ada penyakit scabies (gatal-gatal, atau terkadang disebut lajaroma) yang menimpa siswa. Hasby merasa biaya yang dikeluarkannya sebanding dengan fasilitas-fasilitas tersebut. Termasuk fasilitas perpustakaan, Multimedia Class, masjid yang luas, kantin, laboratorium, area belajar yang nyaman, lapangan futsal, voli, badminton, dan basket. Ia tidak perlu terlalu kuatir tentang pengontrolan terhadap anaknya. Pengontrolan pendidikan dapat dilakukan secara intensif oleh guru-guru terkait. Juga terdapat pamong yang tinggal di kompleks SABS dan ikut mengontrol siswa-siswi di dalamnya.
Hasby suka dengan penerapan teknologi pendidikan yang diterapkan di dalam kelas. Contoh kecil, ketika ujian dilakukan, seluruh siswa akan sibuk di depan laptop-nya masing-masing untuk mengerjakan soal-soal secara online. Masing-masing tidak bisa mencontek, karena nomor soal sudah diacak, juga dengan pilihan jawabannya. Akses dalam menjawab soal dibatasi hanya dua jam. Setelah itu, siswa tidak dapat lagi melihat soal. Beberapa detik kemudian, skor langsung muncul di layar laptop masing-masing siswa. Mereka akan langsung mengetahui, apakah perlu melakukan remedial atau tidak.
Hasby juga suka dengan pendidikan entrepreneur yang sudah ditanamkan sejak masuk SABS. Terdapat mata pelajaran entrepreuneur aplikatif yang wajib diikuti siswa seminggu sekali. Di kelas 1, siswa diberikan teori dan motivasi yang kuat untuk berbisnis, Marketing, serta studi kasus bisnis, ditambah lagi studium general dua bulan sekali yang diisi oleh praktisi usaha yang sukses.
Di kelas 2, siswa diminta untuk membuat business plan dan langsung praktek doing business dengan target harus untung. Penanggung jawab mata pelajaran kewirausahaan ini adalah seorang pengusaha yang terbiasa mengajar, sehingga sudah mengetahui betul tentang dunia usaha. Hasby semakin mantap memasukkan anaknya ke SABS setelah mengetahui bahwa pendidikan agama dan 6 karakter luhur yang akan ditanamkan begitu mendalam. Baru masuk saja, siswa-siswi diberikan training 6 karakter luhur selama 3 hari penuh. Tentu, sebelumnya training serupa telah diberikan kepada seluruh pegajar SABS.
Training tersebut hanyalah teori dan fundamen dasar, nilai-nilai 6 karakter luhur akan dimasukkan dalam kehidupan berasrama dan bersekolah sehari-hari sampai mendarah daging. Setelah lulus, secara tidak sadar, murid sudah mengaplikasikan 6 karakter luhur dalam kehidupannya sehari-hari. Cerita di atas adalah analogi-analogi dasar yang akan diaplikasikan di Sulthon Aulia Boarding School (SABS), yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) berasrama yang berada di bawah Yayasan Pendidikan Islam Sulthon Aulia

Sumber : www.sulthonaulia.org
SMA Suthon Aulia Boarding School Cetak Cendikia Religius SMA Suthon Aulia Boarding School  Cetak Cendikia Religius Reviewed by LDII-GARUT on 03.36 Rating: 5

2 komentar:

  1. Semoga menjadi tauladan dalam ikut serta membangun bangsa

    BalasHapus
  2. Semoga menjadi tauladan dalam ikut serta membangun bangsa

    BalasHapus

Comment

Comments

ads
Diberdayakan oleh Blogger.